Pengembangan Produk dan Bisnis pada implementasi LSCM mampu meningkatkan produktivitas dan profitabilitas. Logistics and Supply Chain Management faktor kunci dalam pengembangan produk dan bisnis.
Siklus Product dan Intergrasi Peran Lean SCM
Dengan mengintegrasikan LSCM dalam siklus hidup produk dan strategi bisnis, perusahaan dapat menciptakan produk yang lebih inovatif dan menghasilkan laba yang lebih tinggi.
- Siklus Hidup Produk. LSCM memastikan bahwa perusahaan mengelola produk mereka dengan efisien di seluruh siklus hidupnya. Ini meliputi fase pengembangan, pengadaan, produksi, dan distribusi. Dengan mengoptimalkan proses ini, perusahaan dapat mengurangi biaya dan meningkatkan kecepatan waktu ke pasar, sehingga menghasilkan keunggulan kompetitif.
- Fase Pengembangan. LSCM membantu perusahaan dalam memilih bahan baku dan pemasok yang tepat untuk produk mereka. Ini termasuk analisis biaya, kualitas, dan keberlanjutan, serta memastikan pemasok dapat memenuhi permintaan yang berfluktuasi.
- Fase Pengadaan. LSCM memastikan bahwa perusahaan membeli bahan baku dengan harga yang wajar dan dalam jumlah yang tepat, mengurangi risiko kekurangan atau kelebihan stok. Proses pengadaan yang efisien juga membantu perusahaan mengurangi biaya dan meningkatkan profitabilitas.
- Fase Inventory dan Slow Moving Stock. LSCM memungkinkan perusahaan untuk mengelola persediaan mereka secara efektif, mengurangi biaya penyimpanan dan memastikan produk selalu tersedia untuk pelanggan. Pengelolaan persediaan yang baik meliputi pemantauan produk slow-moving dan mengambil tindakan untuk mengurangi stok yang tidak efisien, seperti melalui penjualan atau promosi.
- Integrasi dengan Strategi Bisnis. LSCM memastikan perusahaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan di pasar dan permintaan pelanggan. Dengan memiliki proses rantai pasokan yang efisien, perusahaan dapat lebih cepat merespon tren baru dan menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Jadi, peran LSCM dalam pengembanganp produk dan bisnis itu sangat penting. Dan hasil akhirnya pada peningkatan produktivtas yang menguntungkan. Dengan mengintegrasikan LSCM dalam strategi bisnis, perusahaan dapat menciptakan produk yang lebih inovatif, mengurangi biaya, dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
Siklus Hidup Produk dan Kaitannya dengan Lean Supply Chain Management
Dengan mengintegrasikan peran LSCM dalam pengembanganp produk dan bisnis siklus hidup produk, perusahaan flexible packaging dapat menciptakan proses yang lebih efisien, mengurangi biaya, dan meningkatkan keuntungan.
- Pengembangan Produk. Proses pengembangan produk dalam industri flexible packaging melibatkan ide awal, penelitian pasar, desain, dan prototyping. Sebagai contoh, perusahaan packaging dapat mengidentifikasi kebutuhan pasar akan kemasan ramah lingkungan dan mulai mengembangkan material alternatif seperti bahan bio-degradable. Di tahap ini, perusahaan harus bekerja sama dengan pemasok bahan baku dan pihak-pihak terkait lainnya untuk menghasilkan solusi yang inovatif dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Dalam konteks Lean Supply Chain Management, perusahaan perlu mengoptimalkan proses pengadaan bahan baku agar efisien dan mengurangi pemborosan.
- Pengujian Produk. Setelah pengembangan prototipe, produk harus diuji untuk memastikan kualitas, fungsionalitas, dan kepatuhan terhadap standar industri. Pengujian ini melibatkan berbagai metode, seperti pengujian ketahanan mekanik, pengujian sifat termal, dan pengujian kepatuhan terhadap regulasi. Dalam konteks Lean, perusahaan harus memastikan bahwa proses pengujian dilakukan dengan efisien, mengurangi waktu siklus, dan menghilangkan hambatan yang tidak perlu.
- Produksi dan Pengadaan. Setelah produk berhasil diuji, perusahaan akan memulai produksi skala penuh dan mengatur pengadaan bahan baku yang diperlukan. Di tahap ini, perusahaan harus menerapkan strategi pengadaan Lean, seperti kemitraan strategis dengan pemasok, untuk mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas bahan baku yang dibeli. Selain itu, perusahaan perlu mengendalikan tingkat persediaan secara efisien dengan menerapkan teknik seperti perencanaan persediaan Just-In-Time (JIT).
- Distribusi dan Penjualan. Produk jadi kemudian didistribusikan ke pelanggan melalui saluran distribusi yang efisien. Dalam konteks Lean Supply Chain Management, perusahaan harus mengoptimalkan proses distribusi dan logistik untuk mengurangi waktu pengiriman dan biaya transportasi. Selain itu, perusahaan harus memonitor permintaan pasar secara real-time dan menyesuaikan strategi penjualan mereka sesuai kebutuhan.
- Penanganan Produk Slow-Moving dan Inventory Control. Dalam bisnis B2B FMCG, produk slow-moving dan persediaan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan biaya tambahan dan pemborosan. Oleh karena itu, perusahaan harus menerapkan strategi Lean untuk mengelola persediaan secara efisien, seperti menggunakan analisis ABC untuk mengidentifikasi produk dengan perputaran persediaan yang berbeda dan menyesuaikan tingkat persediaan mereka sesuai.
“Dapatkan program training dan consulting terbaik untuk meningkatkan kinerja rantai pasokmu bersama PT Mitra Prima Produktivitas, konsultan LEAN Supply Chain Management ternama di Indonesia dengan fasilitor
dan trainer berlisensi Internasional!”
Ancaman Slow-Moving dan Dead Stock, Implikasi Kegagalan Pengembangan Produk dan Bisnis
- Biaya penyimpanan yang tinggi. Produk slow-moving dan dead stock dapat menambah biaya penyimpanan karena mereka menempati ruang gudang yang seharusnya digunakan untuk produk lain. Contohnya, perusahaan mungkin perlu menyewa gudang tambahan atau menahan ekspansi produk yang lebih laris karena keterbatasan ruang akibat slow-moving dan dead stock.
- Penurunan nilai produk. Produk yang tidak terjual dalam jangka waktu yang lama bisa mengalami penurunan nilai, terutama jika memiliki masa kadaluwarsa atau sensitif terhadap kondisi penyimpanan. Misalnya, perusahaan makanan yang mengalami kegagalan pengembangan produk baru mungkin harus menghadapi kerugian akibat produk yang rusak atau kadaluwarsa.
- Kesulitan likuiditas. Slow-moving dan dead stock mengikat modal kerja yang seharusnya digunakan untuk kegiatan bisnis lain, seperti pengembangan produk atau ekspansi pasar. Akibatnya, perusahaan mungkin mengalami kesulitan likuiditas dan memerlukan pinjaman tambahan untuk membiayai kegiatan bisnis.
- Kehilangan peluang bisnis. Ketika perusahaan memiliki produk yang tidak laku, sumber daya dan perhatian yang seharusnya diinvestasikan dalam pengembangan produk dan ekspansi pasar dialihkan untuk mengatasi masalah persediaan yang tidak efisien. Misalnya, perusahaan elektronik yang gagal meluncurkan produk baru mungkin kehilangan peluang untuk bersaing dengan pesaing yang lebih inovatif.
- Dampak negatif pada reputasi. Produk slow-moving dan dead stock juga bisa berdampak negatif pada reputasi perusahaan. Pelanggan yang tidak puas dengan produk yang sudah usang atau tidak sesuai dengan ekspektasi mereka mungkin akan mencari produk alternatif dari pesaing. Contohnya, perusahaan fesyen yang kehilangan tren pasar karena kegagalan pengembangan produk dapat menghadapi reputasi yang menurun di mata konsumen.
Untuk mengatasi ancaman slow-moving dan dead stock, perusahaan harus fokus pada eran LSCM dalam pengembanganp produk dan bisnis yang inovatif, responsif terhadap kebutuhan pasar, dan mengoptimalkan pengelolaan persediaan. Selain itu, perusahaan perlu memonitor kinerja produk secara berkala dan mengambil tindakan tepat waktu untuk mengurangi risiko produk yang tidak laku.
Strategi Pengembangan Produk dan Bisnis untuk Mengatasi Deadstock dan Slow-Moving Stock
- Riset pasar yang efektif. Melakukan riset pasar yang komprehensif akan membantu perusahaan memahami kebutuhan dan preferensi pelanggan serta tren industri yang sedang berlangsung. Dengan informasi ini, perusahaan dapat mengembangkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar, sehingga mengurangi risiko deadstock dan slow-moving stock.
- Desain produk yang fleksibel. Mengembangkan desain produk yang fleksibel dan mudah disesuaikan memungkinkan perusahaan untuk lebih cepat merespon perubahan permintaan dan tren pasar. Sebagai contoh, perusahaan yang menggunakan modularitas dalam desain produk dapat mengganti komponen yang usang atau kurang populer tanpa mengganti seluruh produk, sehingga mengurangi risiko deadstock dan slow-moving stock.
- Perencanaan dan pengelolaan persediaan yang efisien. Perusahaan harus memperbaiki perencanaan dan pengelolaan persediaan mereka dengan menggunakan teknologi canggih, seperti sistem perencanaan sumber daya perusahaan (ERP) dan peramalan berbasis data. Hal ini akan membantu perusahaan dalam mengoptimalkan tingkat persediaan, mengurangi biaya penyimpanan, dan memastikan keberlangsungan pasokan produk yang sesuai dengan permintaan.
- Kolaborasi dengan pemasok dan pelanggan. Membangun hubungan yang baik dengan pemasok dan pelanggan dapat membantu perusahaan dalam mengurangi deadstock dan slow-moving stock. Misalnya, perusahaan dapat berbagi informasi tentang permintaan produk dan tren pasar dengan pemasok mereka untuk memastikan pasokan yang tepat waktu dan fleksibel. Selain itu, perusahaan dapat bekerja sama dengan pelanggan untuk menyesuaikan produk sesuai kebutuhan spesifik mereka, sehingga meningkatkan kepuasan pelanggan dan mengurangi risiko produk yang tidak laku.Siklus hidup produk yang dikelola dengan baik. Perusahaan harus mengelola siklus hidup produk dengan baik, mulai dari pengembangan hingga penghentian produk. Selama proses ini, perusahaan perlu memantau kinerja produk di pasar, mengidentifikasi produk yang tidak laku, dan mengambil tindakan yang diperlukan, seperti memodifikasi produk, menawarkan promosi, atau menghentikan produk yang tidak laku.
“Dapatkan bimbingan ahli dalam meningkatkan kinerja rantai pasokmu bersama PT Mitra Prima Produktivitas, konsultan LEAN Supply Chain Management ternama di Indonesia dengan fasilitor dan trainer berlisensi Internasional,
dan tingkatkan profitabilitas bisnismu dengan kualitas kinerja rantai pasok yang optimal!”
Dengan menerapkan strategi-strategi ini, perusahaan dapat mengurangi deadstock dan slow-moving stock, sehingga meningkatkan efisiensi operasional dan profitabilitas bisnis.
Strategi untuk Meningkatkan Time to Market dengan Mengintegrasikan Lean SCM
- Kolaborasi antar-fungsi. Dalam pengembangan produk, kolaborasi antara tim R&D, pemasaran, operasional, dan rantai pasokan sangat penting. Mengintegrasikan prinsip Lean SCM dalam proses pengembangan produk memungkinkan koordinasi yang lebih baik antara departemen, sehingga mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk meluncurkan produk baru ke pasar.
- Pengurangan kompleksitas produk. Menerapkan prinsip Lean dalam desain produk berarti mengurangi kompleksitas produk dan memfokuskan pada fitur-fitur yang paling penting bagi pelanggan. Dengan mengurangi variasi dan kompleksitas, perusahaan dapat mempercepat waktu ke pasar dan meningkatkan efisiensi dalam rantai pasokan.
- Pendekatan pengembangan produk yang gesit. Penggunaan metodologi Agile dalam pengembangan produk memungkinkan perusahaan untuk merespon lebih cepat terhadap perubahan permintaan pasar dan mengurangi siklus pengembangan produk. Dengan menggabungkan Lean SCM, perusahaan dapat mengoptimalkan proses pengembangan produk dan mempercepat waktu ke pasar.
- Pengoptimalan manajemen proyek. Penggunaan teknik manajemen proyek Lean seperti visual management, pengukuran KPI yang akurat, dan alat-alat perbaikan proses seperti kaizen, perusahaan dapat mengurangi hambatan dalam pengembangan produk dan mempercepat waktu ke pasar.
- Hubungan dengan pemasok yang kuat. Dalam konteks Lean SCM, membangun hubungan yang baik dengan pemasok dan mitra strategis sangat penting. Kolaborasi yang erat dengan pemasok dapat memastikan ketersediaan bahan baku yang tepat waktu dan berkualitas, yang pada akhirnya akan mempercepat waktu ke pasar.
- Penilaian kinerja dan adaptasi berkelanjutan. Dalam proses pengembangan produk, penting untuk terus menilai kinerja dan membuat penyesuaian yang diperlukan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip Lean SCM, perusahaan dapat terus memantau dan mengoptimalkan proses pengembangan produk untuk memastikan waktu ke pasar yang lebih cepat.
Memanfaatkan Prinsip Lean dan Agile dalam Rantai Pasokan untuk Meningkatkan Kinerja Bisnis
Integrasi antara prinsip Lean dan Agile dalam manajemen rantai pasokan (SCM) dapat membawa peningkatan signifikan dalam kinerja bisnis, terutama dalam industri yang kompetitif seperti perusahaan flexible packaging. Berikut adalah beberapa cara di mana perusahaan flexible packaging dapat memanfaatkan prinsip-prinsip Lean dan Agile untuk meningkatkan pengembangan bisnis mereka:
- Efisiensi Produksi dan Pengurangan Pemborosan. Menerapkan prinsip Lean dalam operasi perusahaan flexible packaging dapat mengoptimalkan proses produksi, mengurangi pemborosan, dan meningkatkan efisiensi. Misalnya, dengan mengidentifikasi dan mengeliminasi aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah, perusahaan dapat mengurangi biaya produksi dan meningkatkan margin keuntungan.
- Responsivitas yang Lebih Baik terhadap Permintaan Pasar. Dengan menggabungkan prinsip Agile dalam SCM, perusahaan flexible packaging dapat lebih cepat merespon perubahan permintaan pasar dan kebutuhan pelanggan. Misalnya, dengan mengimplementasikan sistem produksi just-in-time (JIT) dan sistem persediaan yang efisien, perusahaan dapat mengurangi waktu tunggu dan meningkatkan kepuasan pelanggan.
- Kolaborasi yang Lebih Erat dengan Pemasok dan Pelanggan. Mengintegrasikan Lean dan Agile SCM memungkinkan perusahaan flexible packaging untuk membangun hubungan yang lebih kuat dengan pemasok dan pelanggan mereka. Dengan berkolaborasi secara efektif dan transparan, perusahaan dapat meningkatkan kualitas produk, mengurangi lead time, dan meningkatkan efisiensi rantai pasokan secara keseluruhan.
- Inovasi dan Pengembangan Produk yang Cepat. Dalam industri flexible packaging, inovasi adalah kunci untuk sukses. Dengan menerapkan prinsip Agile dalam pengembangan produk, perusahaan dapat menciptakan produk baru yang inovatif dan memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih cepat. Misalnya, dengan menggunakan metodologi seperti Scrum atau Kanban, tim pengembangan dapat bekerja dengan lebih efisien dan merespon perubahan pasar dengan lebih cepat.
- Adaptasi dan Penyempurnaan Proses yang Berkelanjutan. Salah satu prinsip utama dari Lean dan Agile adalah adaptasi dan perbaikan berkelanjutan. Dalam konteks perusahaan flexible packaging, hal ini berarti bahwa perusahaan harus terus mengevaluasi dan menyempurnakan proses mereka untuk meningkatkan efisiensi dan kinerja bisnis secara keseluruhan.
- Pengurangan Risiko dan Ketidakpastian. Menerapkan prinsip Lean dan Agile dalam SCM dapat membantu perusahaan flexible packaging mengurangi risiko dan ketidakpastian yang terkait dengan perubahan pasar dan permintaan pelanggan. Dengan meningkatkan visibilitas dan kolaborasi di seluruh rantai pasokan, perusahaan dapat membuat keputusan yang lebih baik dan merencanakan masa depan dengan lebih baik.
- Peningkatan Keterampilan dan Kemampuan Karyawan. Integrasi Lean dan Agile SCM juga berdampak positif pada karyawan perusahaan. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, karyawan dapat meningkatkan keterampilan dan kemampuan mereka, yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja bisnis secara keseluruhan.Keberlanjutan Lingkungan dan Sosial. Menerapkan prinsip Lean dan Agile dalam SCM dapat membantu perusahaan flexible packaging mengurangi dampak lingkungan dan sosial dari operasinya. Misalnya, dengan mengurangi pemborosan dan meningkatkan efisiensi energi, perusahaan dapat mengurangi jejak karbon mereka dan berkontribusi pada tujuan keberlanjutan global.
Contoh: Perusahaan flexible packaging X adalah produsen kemasan plastik untuk industri makanan dan minuman. Dengan mengintegrasikan prinsip Lean dan Agile dalam SCM, perusahaan berhasil mengurangi lead time produksi sebesar 20%, meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan, dan mengurangi biaya produksi sebesar 15%. Implementasi ini memungkinkan perusahaan untuk tumbuh dan lebih kompetitif di pasar yang sangat dinamis.
“Dapatkan bimbingan ahli dalam meningkatkan kinerja rantai pasokmu dengan PT Mitra Prima Produktivitas, konsultan LEAN Supply Chain Management ternama di Indonesia dengan fasilitor dan trainer berlisensi Internasional,
dan raih kesuksesanmu sebagai pelaku bisnis yang handal!”
10 KPI yang terkait dengan Lean SCM pada departemen Product Development dan Business Development
Dengan mengukur KPI Business Development Product Development, perusahaan dapat memantau efektivitas implementasi Lean SCM dalam departemen pengembangan produk dan bisnis, serta mengidentifikasi area yang memerlukan perbaikan.
- Waktu Siklus Pengembangan Produk (Product Development Cycle Time). Ukuran waktu yang diperlukan untuk mengembangkan produk baru dari konsep hingga peluncuran. Contoh: Mengurangi waktu siklus pengembangan produk dari 12 bulan menjadi 9 bulan.
- Tingkat Inovasi Produk. Persentase produk baru yang diperkenalkan dalam jangka waktu tertentu. Contoh: Meningkatkan jumlah produk baru yang diperkenalkan per tahun sebesar 20%.
- Biaya Pengembangan Produk. Biaya total yang dikeluarkan selama pengembangan produk, termasuk riset, desain, prototyping, dan uji coba. Contoh: Mengurangi biaya pengembangan produk sebesar 10%.
- Waktu Respons Terhadap Perubahan Pasar. Waktu yang diperlukan untuk merespon perubahan permintaan pelanggan atau tren pasar. Contoh: Merespon perubahan pasar dalam 30 hari dari saat tren teridentifikasi.
- Tingkat Keberhasilan Peluncuran Produk. Persentase produk baru yang mencapai target penjualan dan pangsa pasar yang diharapkan. Contoh: Meningkatkan tingkat keberhasilan peluncuran produk menjadi 90%.
- Jumlah Kemitraan Strategis. Jumlah kemitraan dengan pemasok, distributor, dan pelanggan yang menghasilkan inovasi dan pertumbuhan bisnis. Contoh: Meningkatkan jumlah kemitraan strategis sebesar 15% per tahun.
- Tingkat Pertumbuhan Pendapatan. Pertumbuhan pendapatan yang dihasilkan oleh pengembangan produk dan ekspansi bisnis. Contoh: Meningkatkan tingkat pertumbuhan pendapatan sebesar 8% per tahun.
- Kepuasan Pelanggan. Skor kepuasan pelanggan terkait produk baru dan layanan yang ditawarkan. Contoh: Meningkatkan skor kepuasan pelanggan menjadi 95%.
- Persentase Proyek yang Selesai Tepat Waktu. Persentase proyek pengembangan produk dan bisnis yang selesai sesuai jadwal yang ditentukan. Contoh: Meningkatkan persentase proyek yang selesai tepat waktu menjadi 85%.
- Biaya Inventory Dead Stock dan Slow-Moving. Pengurangan biaya yang terkait dengan persediaan yang tidak laku atau bergerak lambat. Contoh: Mengurangi biaya persediaan dead stock dan slow-moving sebesar 20%.
Dan Anda bisa terus belajar bersama dengan kami di Jago Kaizen dan Coach Wang.
Ingin mempelajari secara langsung dan privat mengenai Product & Business Develoment
dan LEAN Supply Chain Management?
Bersama Coach Wang